Batik Srigati Jadi Kebanggaan, Desa Balungtunjung Menuju Desa Mandiri Ekonomi

BERITAPELABUHAN COM – Desa Balungtunjung, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik, kini menjadi salah satu contoh desa yang berhasil menggerakkan roda perekonomian berbasis potensi lokal. Melalui pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), ketahanan pangan, serta kerajinan batik, desa ini terus menapaki jalan menuju kemandirian ekonomi yang lebih kokoh.

Pemerintah Desa Balungtunjung tak berjalan sendiri. Mereka menggandeng berbagai perguruan tinggi dan komunitas keterampilan untuk membekali warganya dengan pelatihan, peralatan, hingga strategi pemasaran. Hasilnya, masyarakat tidak hanya mampu meningkatkan keterampilan, tetapi juga mendapatkan tambahan penghasilan dari produk-produk kreatif yang dihasilkan.

Salah satu bukti nyata adalah semakin populernya Batik Srigati, karya tangan warga Balungtunjung, yang kini diminati berbagai kalangan. Mulai dari guru hingga ASN di Kecamatan Benjeng menjadikan batik jumput dan canting buatan warga sebagai pakaian kebanggaan.

Ketua PKK Desa Balungtunjung, Sri Wahyuni, menyebutkan bahwa keberhasilan ini berawal dari pelatihan membatik yang diadakan secara rutin.

“Batik Jumput kami pilih karena prosesnya relatif mudah, tetapi hasilnya indah. Harapannya, setiap warga – khususnya perempuan – bisa menghasilkan karya yang bernilai jual,” ujar Sri Wahyuni, Rabu (17/9/2025).

Tak hanya soal produksi, Pemdes juga menyiapkan strategi pemasaran. Warga dilatih digital marketing dan diberikan dukungan alat produksi. Produk-produk batik kini tampil lebih menarik dan mampu menembus pasar luar daerah.

“Alhamdulillah, beberapa karya batik warga telah dipamerkan di ajang Dekranasda Fest 2025,” tambah Sri Wahyuni, yang juga istri Kepala Desa Balungtunjung.

Kepala Desa Balungtunjung, Eko Budianto, menegaskan bahwa program ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan ekonomi berbasis UMKM.

“Kami ingin warga mengoptimalkan potensi yang ada, baik dari sektor pertanian maupun industri kreatif. Batik dan UMKM adalah motor penggerak ekonomi desa,” jelasnya.

Kolaborasi dengan perguruan tinggi juga menjadi penguat program. Bersama Universitas Ciputra, Balungtunjung mengadakan pelatihan teknologi ketahanan pangan, sedangkan dengan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya fokus pada peningkatan kapasitas UMKM.

“Masyarakat dilatih tidak hanya memproduksi, tetapi juga memahami kualitas produk dan cara memasarkan. Tujuannya agar produk lokal mampu bersaing di pasar yang lebih luas,” tambah Eko.

Tak hanya sektor batik, UMKM kuliner juga tumbuh pesat, memberi peluang usaha baru bagi pemuda desa yang memanfaatkan platform daring untuk menjangkau konsumen. Pemberdayaan perempuan menjadi salah satu fokus utama, di mana para ibu rumah tangga dilibatkan dalam produksi batik, sementara pemuda dilatih desain motif, pengemasan, dan pemasaran online.

Meski demikian, Eko mengakui tantangan tetap ada, seperti mengajak generasi muda agar tertarik menekuni seni batik dan memperluas pasar secara berkelanjutan.

“Kami terus berinovasi membuka pasar baru, baik melalui pemasaran daring maupun kolaborasi dengan pihak eksternal,” ungkapnya.

Sri Wahyuni memiliki visi besar: menjadikan Balungtunjung sebagai desa wisata batik.

“Kami ingin pengunjung bisa datang, belajar membatik, dan melihat langsung prosesnya. Batik bukan hanya budaya yang dilestarikan, tetapi juga sumber penghidupan,” tuturnya.

Dengan dukungan penuh pemerintah desa, sinergi perguruan tinggi, dan semangat masyarakat, Balungtunjung kini bergerak menjadi desa yang tidak hanya kaya budaya, tetapi juga kuat secara ekonomi. Desa ini berpotensi menjadi model pemberdayaan berbasis keterampilan yang berkelanjutan bagi desa-desa lain di Gresik dan sekitarnya. (har)