Putusan MA Tak Otomatis Hentikan Pembangunan Pabrik SI

Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) warga Rembang, Joko Prianto, dan juga Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) terkait izin lingkungan pabrik semen di Rembang milik PT Semen Indonesia Tbk (SI). Meski demikian, pihak MA menyatakan bahwa putusan pengabulan PK tersebut tidak serta merta menghentikan proses pembangunan yang sedang berjalan.

“Itu kan masalahnya di Pengadilan Tata Usaha Niaga (TUN) dan lalu (putusan) itu dikabulkan di MA. Jadi detil putusan itu harus dilihat dulu. Detil dari obyek yang disengketakan itu harus dilihat dulu,” ujar Juru Bicara MA, Suhadi, di Jakarta, Rabu (12/10).

Dalam hal ini, Suhadi menjelaskan bahwa obyek sengketa yang dimaksud bukanlah pabrik semen yang sedang dibangun melainkan surat penetapan yang telah dikeluarkan oleh Pejabat TUN. Obyek tersebut lah yang digugat dan kemudian dikabulkan permohonan PK-nya oleh MA.

“Obyek TUN (menggugat) penetapan yang dikeluarkan oleh TUN. Jadi surat penetapan itu yang digugat. Nantinya bisa jadi hanya diperbaiki atau dikeluarkan (surat) penetapan baru,” tutur Suhadi.

Obyek sengketa yang dimaksud Suhadi tersebut adalah SK Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan di Kabupaten Rembang yang dikeluarkan Gubernur Jateng pada tanggal 7 Juni 2012. Dijelaskan Suhadi, salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah detil pertimbangan hukumnya, sehingga menghasilkan putusan tersebut.

Bisa saja PK dikabulkan namun ada perintah untuk membatalkan putusan yang lama, menerbitkan putusan baru atau bahkan sama sekali menghapus putusan yang ada. Proses eksekusi biasanya tergantung Pejabat TUN yang notabene menjalankan putusan. “Berapa lama? Tergantung yang bersangkutan,” tegas Suhadi.

Sebelumnya, kalangan warga desa yang berbatasan langsung dengan kawasan pabrik SI di Rembang menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah menolak keberadaan pabrik semen di wilayah mereka. Wilayah tersebut meliputi lima desa, yaitu Timbrangan, Tegaldowo, Kadiwono, Pasucen dan Kajar.

Hadirnya pabrik semen malah diklaim memberikan manfaat berupa terbukanya lapangan kerja bagi warga di wilayah tersebut.

“Dulu memang kami sempat protes karena kurangnya sosialisasi. Bukan protes pabriknya. Dan setelah diberikan sosialisasi, saya mewakili warga Desa Kadiwono malah senang (dengan adanya pabrik) karena membawa manfaat,” ujar Kepala Desa Kadiwono, Ahmad Ridwan.

Dijelaskannya, nada sumbang terkait penolakan pabrik semen hanya datang dari sebagian kecil warga dari dua desa, yaitu Timbrangan dan Tegaldowo saja. Mereka dikoordinir oleh pihak luar dan mengklaim mengatasnamakan warga secara keseluruhan. (har)