Kembangkan Park and Ride di Titik Padat

“Maju, lurus.. belok kiri dikit. Awas nyenggol yang di samping!” teriak seorang lelaki setengah baya tiap pagi atau sore hari. Terdengar di sebuah kampung, kawasan Surabaya Barat. 

Dia adalah Pak Barum, 52 tahun, saat memberi aba-aba kepada pemilik mobil yang akan keluar dari tempat  penitipan mobil bulanan  alias kos-kosan mobil pribadi. 

Masalah sulitnya tempat parkir tidak saja terjadi di Surabaya. Kota-kota besar lain di Indonesia tentu mempumyai problem yang sama. Sementara masyarakat yang baru membeli mobil pribadi banyak yang belum menyiapkan garasi di rumahnya.

Warga yang memiliki mobil pribadi kini bukan saja  yang bermukim di perumahan elite. Sangat banyak warga pemilik kendaran roda empat yang tinggal di kompleks perumahan dan di perkampungan yang akses jalannya sempit. 

Masalah parkir tiga tahun terakhir di Surabaya memang manjadi problem tersendiri.  Pengurus kompleks perumahan dan kampung mendapat pekerjaan ektra.. Warga perumahan yang mampu membeli mobil secara tunai maupun angsuran ternyata tidak semua menyiapkan garasi. Misalnya mobil yang dibeli ukuran kecil, Zenia, Datsun Go, dan lain-lain merk banyak diparkir di jalan kampung/jalan kompleks perumahan.

Terkadang mobil diparkir semaunya. Akibatnya menyulitkan pengguna jalan yang lewat di situ. Terkadang membuat geram pengurus kompleks perumahan/kampung.  Untuk menghindari kemungkinan terjadinya gesekan antara pemilik mobil dan warga, di beberapa ruas jalan telah dipasang imbauan. Misalnya, “Siapkan Garasinya Dulu Sebelum Beli Mobil.”

Ada pula banner yang bertuliskan : “Jalan Milik Warga Brooo… Jangan buat Parkir.”

Di sisi lain, maraknya problem parkir mobil membawa dampak yang menguntungkan bagi pemilik lahan/halaman rumah yang luas. Bisnis parkir  mobil bulanan pun mulai bermunculan. 

Bisnis model baru tersebut tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan. Hal ini terlihat di kawasan Petemon, Surabaya pusat. Mulai Petemon Gang 2 sampai Gang 4. Ada rumah warga yang sudah rusak. Pemilik rumahnya sengaja tidak merenovasi. Mereka lebih suka membangun rumah los (tiang-tiang dilengkapi atap), yang digunakan untuk parkir mobil.

Ada satu rumah plus halamannya bisa menampung sekitar 5 sampai 7 mobil pribadi. Tarif per mobil tiap bulan Rp 150.000 sampai Rp 200.000. Ini untuk parkir di halaman.  Sedangkan kos  mobil  tertutup (semigarasi) tarifnya per mobil Rp 410.000/bulan. Sementara di jalan yang strategis sekitar Rp 450.000. 

TARIF PARKIR BULANAN

Di halaman  Rp 150.000 – Rp 200.000 per mobil.

Di semigarasi Rp 410.000 per mobil

**

Kalau dihitung, tarif parkir mobil tersebut sama dengan biaya kos para pekerja pabrik di kampung. 

Bisnis kos mobil pribadi ini memang sangat menjanjikan. Sebab, tidak banyak risiko dibandingkan jika rumah dikontrakkan. Bisa dihitung  tiap rumah/halaman bisa menampung 6 mobil X Rp 200.000 x 12 = Rp 14,4 juta/tahun. 

“Lumayan, hasil dari parkir mobil,” kata Pak Suryo, salah seorang warga di Petemon.

PR PEMKOT SURABAYA

Volume kendaraan baru baik roda empat (R4) maupun roda dua R2) di Surabaya tiap bulan membludak. Khusus untuk parkir R 4 kini menjadi pekerjaan rumah Dinas Perhubungan (Dishub) Pemkot Surabaya. 

Di kota Metropolis ini sekarang sudah terbit Peraturan Daerah (Perda) tentang penyelenggaraan parkir no 3 tahun 2018 . Perda yang belum setahun tersebut sejatinya sebagai “tombak” bagi Dishub. Paling tidak Perda ini bisa menertibkan parkir yang membandel.

Meski sudah ada Perda tentang parkir, kenyataannya masih banyak pemilik mobil yang membandel. Pada jam-jam tertentu masih terlihat mobil parkir sembarangan. Tapi pihak Dishub tidak tinggal diam. Petugas dengan tegas menindak mobil tersebut agar mereka jera. Mobil yang melanggar larangan parkir digembok.

Pelanggaran parkir sering kali terjadi di jalan protokol. Meskipun pihak Dishub sudah memasang rambu-rambu, tidak digubris oleh pemilik mobil. Bisa kita lihat, pelanggaran parkir yang paling sering terjadi Jalan Ahmad Yani – Frontage Road. Di kawasan Surabaya  Utara, pelanggaran parkir sering terjadi di Jalan Pegirian dan sekitarnya.

Biasanya mobil-mobil yang melanggar aturan itu parkir di bahu jalan.  Hak pejalan kaki dirampas. Akibatnya jalan menyempit dan kemacetan sering terjadi. Rendah banget kesadaran para pemilik untuk tertib parkir. 

“Sudah ada rambu larangan parkir, masih saja parkir di situ,” kata Irvan Wahyu Drajad, salah seorang warga..

Dishub Surabaya dalam menangani pelanggaran parkir masih bersifat represif. Bila ada yang melanggar baru diingatkan atau mobil yang diparkir digembok. Belum preventif, mencegah terjadinya pelanggaran.

Berkaitan dengan pelanggaran parkir tersebut, Pemkot Surabaya sudah menyosialisasikan denda bagi pelanggar parkir sejak Juli 2018 lalu. 

Denda Parkir:
Roda dua (R2) didenda Rp 250 ribu – Rp 750 ribu per hari sampai 5 hari. 

Roda empat (R4) didenda Rp 500 ribu – Rp 2,5 juta per hari sampai lima hari. 

KEMBANGKAN PARK & RIDE

Pemkot Surabaya kini terus mencari solusi. Salah satunya membuat Park and  Ride di Jalan Mayjen Sungkono, samping gedung Stasiun TVRI. Gedung ini telah difungsikan  sejak awal 2018. Parkir semacam ini akan dikembangkan di bebarapa tempat di antaranya Jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan Adityawarman. 

Park and Ride Jalan Mayjen Sungkono memang sangat bagus untuk parkir mobil maupun sepeda motor. Gedung berlantai tiga ini bisa menampung sekitar 100 unit mobil. Lantai 3 kini sedang dibenahi. Sementara lantai 1 dan 2 bisa menampung  sekitar 85 mobil. 

Lantai bawah bisa menampung  sekitar 90 sepeda motor. Tarif parkir untuk mobil Rp 8 ribu, motor Rp 3 ribu, bus/truk Rp 20 ribu. Menurut petugas Dishub yang mengelola Park and Ride,  tarif ini belum ada perubahan dan belum diberlakukan tarif progresif

Gedung Park and Ride yang berdampinggan dengan Shangri-La Hotel tersebut banyak dimanfaatkan oleh para karyawan TVRI dan karyawan perkantoran terdekat. Di Park and Ride itu juga disediakan ATM Center. 

Di Teminal Joyoboyo  juga akan dibangun Park and Ride. Gedung parkir ini diharapkan bisa menampung kendaraan pengunjung Kebun Binatang Surabaya (KBS). 

Sebab, pada hari-hari tertentu dan liburan kendaran (R4) pengunjung KBS meluber sampai di Jalan Diponegoro. Sementara parkir yang disediakan di Jalan Setail tidak bisa menampung. 
Park and Ride juga akan dibangun di titik rawan kepadatan lalulintas. Rencananya gedung parkir yang nyaman ini akan dibangun di Jalan Kertajaya, Jalan Gentengkali, Jalan Ngagel dan Jalan Urip Sumoharjo. Di jalan-jalan tersebut dibangun Park and Ride karena  kawasan padat dan banyak pertokoan.

Bangunan Park and Ride yang akan dibangun di titik padat ini sangat menguntungkan bagi pemilik kendaraan R4. Selain menghindari kemacetan lalu lintas juga menghindari adanya jukir (juru parkir) liar yang menarik ongkos parkir semaunya. 

Sebagai contoh, ada jukir nakal yang menarik parkir di tempat keramaian dengan tarif Rp 15.000. Padahal parkir pada hari biasa hanya Rp 5.000 (di zona tertentu). Kalau Surabaya sudah punya banyak gedung Park and Ride, diharapkan pemilik mobil tidak malas ke tempat parkir yang telah disediakan.

Berdasarkan catatan CowasJP.Com , jumlah kendaraan R4 dan R2 tiap tahun semakin bertambah. Hal ini tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan di Surabaya. Setiap bulan rata-rata kendaraan R2 bertambah 13.441 unit, kendaraan R4 bertambah 4.042. Di sini kelihatan yang mendominasi bertambahnya kendaraan di kota ini adalah sepeda motor. 

Angka bertambahnya kendaraan R2 tidak saja terlihat di jalan-jalan. Bisa dilihat di setiap rumah dan tempat kos-kosan. Satu kamar kos terkadang ada dua motor. Begitu juga kalau di sebuah rumah ada keluarga beranggota 5 orang, paling tidak punya tiga motor. Satu motor dipakai kerja sang ayah, dua dipakai anak untuk sekolah dan kuliah. 

TIAP BULAN TAMBAH 17.400 R2 dan R3

Jadi kalau direkap, tiap bulan R2 dan R4 bertambah 17.483 unit. Data dari Satlantas mencatat jumlah kendaraan di Surabaya sampai tahun ini ada 4.521.629 unit. Dari jumlah ini R 2 sebanyak 3.625.000, sisanya R4 berjumlah 915.630 unit. Melihat angka ini wajar di beberapa ruas jalan mengalami kepadatan lalu lintas. Kepadatan Lalin tersebut bisa dilihat pada jam-jam berangkat kerja dan pulang kerja.

Bertambahnya R2 di Surabaya membawa dampak yang luas. Praktis mereka yang biasanya berangkat kerja naik angkot atau bus kota, merasa lebih nyaman naik sepeda motor sendiri. Selain menghindari kemacetan,hemat dan bisa sampai tujuan lebih cepat.

Kepadatan lalin saat jam kerja di Surabaya juga berasal dari kendaraan R2 dan R4 yang masuk kota. Hal ini terjadi karena banyaknya pekerja dari Sidoarjo yang masuk Surabaya. Meski terjadi kepadatan, semua pihak mengharapkan adanya tertib berlalulintas. (*)